Selasa, 21 Juni 2011

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN & TERBENTUKNYA KONSTITUSI INDONESIA


URGENSI PEMAHAMAN SEJARAH PERKEMBANGAN & TERBENTUKNYA KONSTITUSI DI INDONESIA  BAGI CALON GURU BIDANG STUDI PKn
Makalah ini disusun untuk tugas mata kuliah Teori & Hukum Konstitusi
Dosen pengampu : Drs.Achmad Muthaliin M.Si

Oleh:
ISNIANTO                    A.220090041


PROGDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
      Undang-Undang Dasar atau konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, istilah Undang-Undang Dasar 1945( UUD 1945 ), pada saat itu ia hanya bernama”OENDANG-OENDANG DASAR” tanpa tahun 1945. Baru kemudian dalam Dekrit Presiden 1959 memakai UUD 1945 sebagaiamana yang di undangkan dalam Lembaran Negara No.75 tahun 1959.
Di dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan di Indonesia telah membuktikan bahwa pernah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar ( Konstitusi )dalam empat periode pergantian konstitusi dari awal mula Indonesia merdeka hingga sekarang yakni :
1.      UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949.
2.      Konstitusi RIS pada tanggal  27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950.
3.      UUD 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.
4.      UUD 1945 sejak dikeluarkanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – sekarang.
(Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, 2008 : 98-99 )
      Jadi secara historis konstitusi di Indonesia ialah UUD 1945 yang merupakan juga salah satu Konstitusi yang paling singkat dan sederhana di dunia. UUD 1945 terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan itu yang mengatur lima unsur  yaitu kekuasaan negara, hak rakyat, kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sejarah pembuatannya yang kilat menyebabkan Soekarno pada waktu memberlakukan UUD 1945 bersifat sementara dan dapat disempurnakan pada saat nantinya sesuai dengan perkembangan/perubahan di dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia.( Valina Singka Subekti ,2008:1-2 )

B.     Rumusan Masalah
Mengapa Pemahaman Sejarah Perkembangan & Terbentuknya Konstitusi di Indonesia  Penting Bagi Calon Guru Bidang Studi PKn ?

1
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN & TERBENTUKNYA KONSTITUSI DI INDONESIA


A.    Latar Belakang Perkembangan Konstitusi Indonesia
Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis yang di tuangkan dalam sebuah dokumen formal ,dimana dokumen tersebut telah dipersiapkan jauh sebelum Indonesia merdeka,dan baru dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaaan Indonesia ( BPUPKI ),dengan dua masa sidang yaitu tanggal 29 Mei – 1 juni 1945 dan tanggal 10 Juli – 17 Juli 1945. Sebagai dokumen formal,UUD 1945 ditetapkan dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sejalan dengan itu sejarah ketatanegaraan di Indonesia telah membuktikan bahwa pernah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar ( Konstitusi )dalam empat periode pergantian konstitusi dari awal mula Indonesia merdeka hingga sekarang yakni :
1.      UUD 1945 yang berlaku antara 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949.
2.      Konstitusi RIS yang berlaku antara 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950.
3.      UUD 1950 yang berlaku antara 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.
4.      UUD 1945 yang berlaku sejak dikeluarkanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 – sekarang.
(Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, 2008 : 98-99 )

B.     Sejarah Terbentuknya UUD 1945 sebagai Konstitusi di Indonesia
1.       Pembahasan oleh BPUPKI
      Naskah UUD 1945 pertama kali dipersiapkan oleh suatu badan bentukan pemerintahan Jepang yang diberi nama “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai” yang dalam bahasa Indonesia “Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI). BPUPKI ini beranggotakan oleh 62 orang diiketuai oleh K.R.T Radjiman Wedyodiningrat, serta Itibangase Yosio dan Raden Panji Suroso. Badan ini melaksanakan sidang dalam 2 periode, yaitu sidang pertama pada tanggal 29 mei sampai 1 juni 1945. Pada sidang pertama membicarakan mengenai dasar falsafah yang harus dipersiapkan dalam rangka negara indonesia merdeka dan mengenai
2
pembentukan sebuah negara merdeka. Setelah itu sidang kedua tanggal 10 juli sampai dengan 17 agustus 1945 yang dimana membentuk panitia Hukum Dasar dengan anggota terdiri atas 19 orang yang diketuai oleh Ir.Soekarno. Panitia ini membentuk panitia kecil  yang diketuai oleh Prof.Dr Soepomo, anggotanyan terdiri dari wongsonegoro, R.Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Panitia kecil ini berhasil menyelesaikan tugasnya dan akhirnya BPUPKI menyetujui hasil kerja sebagai Rancangan Undang-Undang Dasar pada tanggal 16 agustus 1945.
2.      Pengesahan oleh PPKI
      Pemerintah Bala Tentara Jepang membentuk “panitia persiapan kemerdekaan Indonesia” (PPKI), yang dilantik pada tanggal 18 agustus 1945. Dengan menetapkan Ir. Soekarno sebagai ketua dan Drs. Mohhamat Hata sebagai wakilnya yang beranggotakan 21 orang. Sidang ini bertujuan untuk, (I) Menetapkan Undang-undang Dasar, (II) Memilih Presiden dan Wakil Presiden, (III) Dan Perihal lainnya. Setelah mendengarkan hasil laporan kerja BPUPKI, kemudian pada sidang PPKI 18 agustus 1945 para anggota sidang PPKI masih berencana untuk mengajukan usul perubahan pada UUD hasil rancangan BPUPKI. Tetapi akhirnya rancangan UUD tersebut disahkan dan menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.(Jimly Asshiddiqie, 2006: 38-40 )

C.    Perubahan Konstitusi di Indonesia

1.      UUD 1945
      UUD 1945 pertama kali di sahkan berlaku sebagai konstitusi negara Indonesia dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, setalah resmi di sahkan UUD 1945 ini tidak langsung dijadikan sebagai acuan dalam setiap pengambilan keputusan dalam kenegaraan dan pemerintahan. UUD 1945 ini hanya di jadikan alat saja untuk sesegera mungkin membentuk Negara merdeka yang bernama Republik Indonesia. Jadi UUD 1945 hanyalah UUD sementara meskipun secara formil berlaku sebagai konstitusi resmi akan tetapi nilainya hanya bersifat nominal yaitu baru di atas kertas saja.

3
2.                  Konstitusi RIS
      Konstitusi ini dinyatakan berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949 dimana Naskah konstitusi RIS disusun oleh delegasi Republik Indonesia dan delegasi BFO ke Konperensi Meja Bundar di Den hag pada tahun 1949. Delegasi dari Indonesia dipimpin oleh  Mr. Mohammad Roem dan Prof. Dr. Soepomo yang terlibat dalam mempersiapkan naskah undang-undang tersebut. Rancangan undang-undang itu di sepakati bersama oleh kedua belah pihak untuk diberlakukan sebagai Undang-Undang Dasar RI. Pokok daripada konstitusi RIS ini hanyalah UUD yang bersifat sementara sebab lembaga yang membuat dan menetapkan UUD itu tidaklah representatif. Karena dalam Pasal 186 konstitusi RIS ditegaskan ketentuan bahwa konstituante bersama-sama Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat.Akan tetapi dengan berdirinya negara Republik Indonesia Serikat ini di dalam suatu wilayah terdapat perbedaan konstitusi,yakni di dalam wilayah federal menggunakan Konstitusi RIS, dan wilayah Republik Indonesia salah satu Negara bagian menggunakan UUD1945. Dengan berlakunya UUD 1945 dalam sejarah awal ketatanegaraan Indonesia baru berakhir bersamaan berakhirnya masa berlakunya konstitusi RIS pada tanggal 27 Agustus 1959 ,ketika UUDS 1950 resmi diberlakukan.

3.                     UUDS 1950
      UUDS 1950 ini di berlakukan resmi mulai tanggal 17 Agustus 1950 dimana naskah rancangan Undang-Undang  Dasar itu disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat pada tanggal 12 Agustus 1950 dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 yaitu dengan ditetapkanya Undang-Undang No. 7 tahun 1950. UUDS 1950 ini bersifat mengganti sehingga isinya tidak hanya mencerminkan perubahan terhadap Konstitusi RIS tahun 1949.  Selanjutnya atas dasar UU inilah diadakan Pemilu tahun 1955, untuk membentuk Majelis Konstituante yang diresmikan di kota Bandung pada tanggal 10 November  1956. Akan tetapi Majelis ini belum dapat menyusun Undang-Undang Dasar baru ketika Presiden Soekarno menyatakan bahwa Konstituante telah gagal, dan atas dasar itu Presiden mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 untu memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai UUD Negara  Republik Indonesia sejak tanggal 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang.

4
4.                  UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen
      Secara yuridis, UUD 1945 sebelum amandemen sejak kurun waktu 1966-1998 adalah sebagai sumber hukum formal dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia pada masa orde baru oleh Presiden Soeharto, tetapi dalam UUD 1945 sebelum Amandemen ini terdapat hal-hal penyimpangan seperti: (a)Terjadi pemusatan kekuasaan di tangan Presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter. (b) Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan seorang Presiden ( Soeharto ), sehingga presiden terus menerus dipilih kembali.
      Pada era reformasi muncul tuntutan dari berbagai kalangan untuk mengamendemen UUD 1945. Kemudian keinginan untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945 pada awal masa reformasi ( 1998-1999 ) yang dilakukan oleh MPR yang mengambil sikap maju dan berani dengan memutuskan perlunya amandemen dengan alasan demokratisasi. Contoh yang paling konkret adalah ketentuan dalam UUD 1945 sebelum amandemen tentang Presiden sebagai pemegang kekuasaan legislatif dengan persetujuan DPR, UUD 1945 hasil amandemen dengan tegas menyatakan bahwa kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR. Selanjutnya UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan yaitu  perubahan pertama pada tahun 1999, kedua pada tahun 2000, ketiga pada tahun2001, keempat pada tahun 2002.  Pasca perubahan keempat UUD 1945, konstitusi ini resmi disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
    
D.    Keberadaan UUD 1945 Sebagai Konstitusi
Se      Sebagai negara yang berdasarkan hukum tentunya Indonesia memiliki konstitusi yang kita kenal dengan Undang-Undang Dasar 1945. Keberadaan UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya dapat diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia. UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan. Namun dengan adanya perubahan Konstitusi di Indonesia yang di pandang sebagai suatu kebutuhan dan agenda yang perlu dilakukan itu, mengingat adanya pandangan dari berbagai kalangan ada yang  menganggap bahwa keberadaan UUD 1945 masih belum mampu menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan harapan masyarakat, belum menyelenggarakan good governance, dan belum mendukung praktik-praktik demokrasi dan pengakuan Hak Asasi Manusia di tanah air.
5

BAB III
CALON GURU BIDANG STUDI PKn
A.    Kompetensi Guru
     
Standardisasi Kompetensi Guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan bagi seorang guru dalam menguasai seperangkat kemampuan agar berkelayakan menduduki salah satu jabatan fungsional Guru, sesuai bidang tugas dan jenjang pendidikannya. Persyaratan dimaksud adalah penguasaan proses belajar mengajar dan penguasaan pengetahuan. Adapun empat kompetensi guru menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 yaitu:

1.      Kompetensi Pedagogik. Pemahaman wawasana atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajararan yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2.      Kompetensi Kepribadian. Mantab, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, mengembangkan din secara mandiri dan berkelanjutan.

3.      Kompetensi Sosial. Berkomunikasi lisan, tulisan, isyarat: menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

4.      Kompetensi Profesional. Kemampuan guru dalam pengetahuan isi (content knowledge) penguasaan: materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran. atau kelompok mata pelajaran yang diampu, konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan. yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu.
6
B.     Kurikulum PKn
      Ada 3 bagian penting dalam kurikulum meliputi: tujuan, isi/materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Ke-3 bagian/komponen penting kurikulum ini saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai perilaku yang diinginkan/dicita-citakan oleh tujuan pendidikan nasional, yang kemudian dejelaskan sebagai berikut:
1.      Tujuan yang jelas akan memberi petunjuk yang jelas pula dalam memilih isi/materi yang harus dikuasai, strategi yang akan digunakan serta bentuk dan alat evaluasi yang tepat untuk mengukur ketercapaian kurikulum.
2.      Materi/isi kurikulum menurut Saylor dan Alexander adalah fakta-fakta, observasi, data, persepsi, penginderaan, pemecahan masalah yang berasal dari pikiran manusia dan pengalamannya yang diatur dan diorganisasikan dalam bentuk konsep, generalisasi, prinsip, dan pemecahan masalah.
3.      Komponen evaluasi kurikulum adalah untuk menilai apakah tujuan kurikulum telah tercapai. Hasil dari evaluasi kurikulum adalah berupa umpan balik apakah kurikulum ini akan direvisi atau tidak.
Adapun pengembangan kurikulum dan pembelajaran PKn dalam persekolahan di negara kita, nama mata pelajaran PKn SMP/SMA pernah muncul dalam kurikulum tahun 1957 dengan istilah Kewarganegaraan yang merupakan bagian dari mata pelajaran Tata Negara. Kemudian, pada tahun 1961 muncul istilah civics dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Pada tahun 1968, mata pelajaran Civics berubah nama menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau Civic Education. Dalam kurikulum 1975 nama mata pelajaran PKN berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), kemudian dalam kurikulum 1994 berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Selanjutnya, dalam kurikulum tahun 2004 nama mata pelajaran PPKn berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Mata pelajaran PKn sangat esensial diberikan di persekolahan di negara kita sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter (National Character Building) yang setia dan memiliki komitmen kepada bangsa dan negara Indonesia yang majemuk. Selain itu, pentingnya mata pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka membina sikap dan perilaku siswa sesuai dengan nilai moral Pancasila dan UUD 1945.

7
BAB IV
PENTINGNYA PEMAHAMAN SEJARAH PERKEMBANGAN & TERBENTUKNYA KONSTITUSI DI INDONESIA BAGI CALON GURU BIDANG STUDI PKn


      Pemahaman yang komprehensif  terkait sejarah dan terbentuknya konstitusi di Indonesia sangat penting bagi calon guru Pkn. Berbagai pokok-pokok pembahasan seperti; Latar belakang berkembang konstitusi, Sejarah terbentuknya konstitusi dari Pembahasan oleh BPUPKI dan Pengesahan oleh PPKI, Perubahan konstitusi dari UUD 1945,Konstitusi RIS, UUDS 1950, dan UUD 1945 sebelum dan sesudah di amandemen, serta Keberadaan UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia itu maksutnya agar paham dan mendalami dari berbagai aspek mengenai konstitusi tersebut. Apalagi dalam Undang-Undang Dasar 1945 ini sebagai sebuah dasar dari pada hukum  ( Rechtsstaat / The Rule of Law ), konsekuensinya adalah segala perilaku manusia Indonesia dalam konteks kehidupan haruslah menjadikan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar untuk mengacu tindakan dalam menata kehidupan bersama agar terciptanya konsep masyarakat madani. Jadi pada hakekatnya mendalami sejarah perkembangan dan terbentuknya konstitusi di Indonesia ini sebenarnya demikian luas cakupanya, sehingga ilmu yang sudah di pahami dan mengerti ketika duduk di bangku perkuliahan yang nantinya jika menjadi guru Pkn ilmu pengetahuan ini dapat di ajarkan pada peserta didik serta diterapkan di berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara.










8
BAB V


KESIMPULAN
      Bagi calon Guru PKn penting memahami sejarah perkembangan dan terbentuknya konstitusi di Indonesia. Pada hakikatnya Konstitusi atau UUD adalah sebuah kontrak yang menjamin hak kedua belah pihak yakni hak kewenangan politik penyelenggaraan Negara, dan hak kebebasan warga masyarakat.Dalam perjalanan Negara Indonesia telah terjadi tiga kali perubahan konstitusi di Indonesia yakni, UUD 1945, Konstitusi RIS ,UUD 1950, UUD 1945 Sebelum dan Sesudah di Amandemen. Sehingga pada akhirnya keberadaan UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga dapat diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia. Dengan berbagai perubahan konstitusi tersebut merupakan prasyarat penting agar dapat membangun sistem ketatanegaraan dan sistem politik Indonesia  agar lebih demokratis yang mengedepankan kedaulatan rakyat, keseimbangan ( check and balances ) antar cabang kekuasaan dan jaminan atas hak asasi manusia, harus selalu berorientasi pada tujuan nasional, dan lain-lain sebagaimana tersurat dan tersurat pada Pembukaan UUD1945.













9
DAFTAR PUSTAKA


Valina singka subekti, 2008, Menyusun Konstitusi Transisi ( Pergulatan kepentingan dan pemikiran dalam proses perubahan UUD 1945 ).Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, 2008, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: Raja Grafinso Persada.
Jazim Hamidi dan Malik, 2009, Hukum Perbandingan Konstitusi, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sekjen dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI.
Aidul Fitriciada Azhari, 2010 , Tafsir Konstitusi , Solo: Jagat Abjad


Jumat, 10 Juni 2011


 
IMPLEMANTASI SISTEM PEMERINTAHAN DI INONESIA
 PADA ERA REFORMASI SESUDAH AMANDEMEN
 UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sitem Pemerintahan
Dosen pengampu : Drs. Yulianto Bambang S.M.Si
Oleh :

 Isnianto        A.220090041


PRODI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011






IMPLEMANTASI SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
PADA ERA REFORMASI SESUDAH AMANDEMEN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Reformasi Mei 1998 telah membawa berbagai perubahan mendasar dalam kehidupan bernegara dan berbanga Indonesia.Pertama sejak jatuhnya Soeharto, kita tidak lagi memiliki seorang pemimpin sentral dan menentukan. Munculnya pusat-pusat kekuasaan baru diluar Negara telah menggeser kedudukan seorang presiden RI dari penguasa yang higemonik dan monopolistik menjadi kepala pemerintahan biasa, yang sewaktu-waktu dapat digugat bahkan diturunkan dalam kekuasaanya. Kedua , munculnya kehidupan politik yang lebih liberal yang melahirkan proses politik yang juga liberal. Ketiga, reformasi politik juga telah mempercepat pencerahan politik rayat. Semangat keterbukaan yang di bawanya telah memperlihatkan kepada publik betapa tingginya tingkat distorsi dari proses penyelenggaraan Negara. Keempat , pada tataran lembaga tinggi Negara, kesadaran untuk memperkuat proses check and balances antara cabang-cabang kekuasaan telah berkembang sedemikian rupa bahkan melampaui konvensi yang selama ini dipegang “asas kekeluargaan”  didalam penyelenggaraan. Kelima, reformasi politik telah mempertebal keinginan sebagian elite pengaruh dan publik ploitik Indonesia untuk secara sistematik dan damai melakukan perubahan secara mendasar dalam konsititusi RI.
2.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimana latar belakang sistem pemerintahan di Indonesia pada era reformasi sesudah amandemen UUD 1945?
b.      Bagaimana implemantasi sistem pemerintahan di Indonesia pada era reformasi sesudah amandemen UUD 1945 ?


B.     LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE REFORMASI
 Politik Indonesia akhir abad ke-20 ditandai oleh suatu perubahan politik luar biasa, yaitu jatuhnya soeharto secara dramatis pada tanggal 21 Mei 1998 melalui gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa, didukung intelektual kampus, dan LSM yang memperoleh dukungan luas dari public di Indonesia. Tidak satupun orang pada waktu itu yang berani membayangkan bahwa Soeharto akan jatuh dari kekuasaanya secara dramatis seperti itu. Selama presiden Soeharto memegang tampuk kekuasaan pemerintahan Negara dengan akumulasi lebih kurang 32 tahun ,sisitem pemerintahan Indonesia berwajah supremasi eksekutif. Wajah seperti ini tampak jelas dari kekuasaan presiden yang merambah tiga cabang kekuasaan lain bahkan secara politis cabang-cabang kekuasaan Negara seperti MPR dan DPR telah terkooptasi oleh kepentingan dan kehendak presiden. Wajah supremasi eksekutif ini mengakibatkan fenomena politik ketatanegaraan Indonesia bercorak otoritarianisme. Kondisi semacam inilah yang menyebabkan akuntabilitas penyelenggaran pemerintahan Negara menjadi lemah, sehingga mengakibatkan control terhadap pelaksanaan pemerintahan menjadi tidak berjalan. Bahkan terjadi  penyelewengan tehadap UUD 1945, UUD 1945 tidak boleh disentuh  oleh siapapun, istilah yang popular “diskralkan” dengan berbagai ancaman dan stgma subvertif yanag dituduhkan bagi yang akan menyantuhnya dan hannya pemerintah orde baru (seoharto) yang boleh menafsirkan makna yang tekandung dalam UUD 1945, sementara MPR tinggal megesahkan saja. Contoh yang paling menonjol adalah tafsir terhadap pasal 6 dan 7 UUD 1945 sebelum amandemen. Pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan majelis dengan suara terbanyak, direduksi menjadi presiden dan wakil presiden dipilih msjelis denga suara mufakat, dan calonya harus tunggal. Jadi tidak ada pemungutan suara (voting). Disamping itu tidak ada pembatasan masa jabatan bagi presiden dan wakil presiden, asal masih dipilih oleh MPR beberapa kali pun tidak masalah. Hasilnya, soeharto berhasil menduduki kursi presiden selama kurang lebih 32 tahun, sementara wakil presidanya selalu berganti.
Sejak terjadinya reformasi, UUD 1945 yang “disakralkan” mengalami deskralisasi, gagasn perubahan UUD 1945 menjadi tuntutan yang tidakbisa dielakkan lagi. Mengapa UUD 1945 harus dilakukan perubahan?  Secara yuridis, para perumus UUD 1945 sudah menunjukan kearifan bahwa apa yang mereka lakukan ketika UUD 1945 disusun tentu akan berbeda kondisinya dimasa yang akan dating dan mungkinsuatu saat akan mengalami perubahan. Baik dilihaat dari sejarah maupun sebagi produk hukum yang mencerminkan pikiran dan kepentingan yanag ada pada saat itu, UUD akan aus dimakan masa apabila tidak diadakan pembaharuan sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernagara dibidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya.
C.    IMPLEMANTASI SISTEM PEMARINTAHAN DI INDONESIA PADA ERA REFORMASI SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945
1.      Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD 1945 Setelah Amandeman
UUD 1945 tidak menyebut secara tersurat (eksplisit) mengenai Sistem Pemerintahan sebagaimana Klasifikasi Ilmu terkait. Untuk menyimpulkan Sistem Pemeintahan Indonesia, perlu melihat ciri-ciri sistem pemerintahan yang banyak dianut (Presidensiil dan Parlementer ). Ciri-ciri itu kemudian dikaji mana yang dominan dalam UUD 1945.
a.       Ciri-ciri Sistem Parlementer
1.      Raja/Ratu/Prsiden sebagai Kepala Negara.
2.      Kekuasaan ekekutif dipegang dan dijalankan Kabinet yang dipimpin Perdana Menteri.
3.      Kepala eksekutif (Perdana Menteri) bertanggungjawab kepada Parlemen (Legislatif).
4.      PARPOL mayoritas memegang kekuasaan eksekutif.
5.      Menganut sistem Multi Partai
b.      Ciri-ciri Sistem Presidensiil
1.      Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus pemegang Kekuasaan Eksekutif.
2.      Kedudukan eksekutif tidak tergantung pada Parlemen.
3.      Menteri-menteri merupakan pembantu Presiden.
4.      Kekuasaan membuat Undang-Undang ada di tangan Parlemen. Presiden memiliki hak veto dalam pemberlakuan suatu Undang-Undang.
v  Prinsip-prinsip Sistem Pemerintahan dalam UUD UUD 1945.
1)      Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (Pasal 4 ayat 1) >> Ciri Presidensiil.
2)      Menteri-menteri sebagai Pembantu Presiden (Pasal 17) >> Ciri Presidensiil.
3)      Kekuasaan pembentuk UU ada di tangan DPR dengan persetujuan Presiden (Pasal 20 ayat 1 dan 2) >> Ciri Presidensiil.
4)      Kedudukan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan tidak tergantung Parlemen (Pasal 6A ayat 1-5) >> Ciri Presidesiil
Berdasarkan prinsip-prinsip Sistem Pemerintahan yang diatur dalam UUD 1945 pasal 4 ayat 1, 17, 20 ayat 1, dan 2, serta pasal 6A ayat 1-5 adalah merupakan Ciri-ciri Sistem Presidensiil. Dengan demikian meski tidak disebut secara tersurat maka Sistem Pemerintahan Indonesia adalah Presidensiil. Namun dalam kenyataanya masih ada beberapa hal yang belum konsisten dilaksanakan sesuai dengan sistem pemerintahan presidensiil atau masih mengandung dimensi sistem parlementer. Misalnya, Pada saat presiden membentuk kebinet, presiden masih mempergunakan mekanisme politik di luar parlemen dengan melakukan kesepakatan-kesepakatan dengan pimpinan partai politik yang memperoleh suara cukup signifikan di DPR. Padahal seharusnya penentuan cabinet dan meteri itu merupakan hak preogratif presiden, dan hak ini harus diimbangi adanya persetujuan parlemen.


2.      Sistem Kelembagaan Negara Manurut UUD 1945 Setelah Amandemen
Dalam hukum ketatanegaran Indonesia menurut UUD 1945, Indonesia menganut beberapa asas antara lain adalah asas pembagian kekuasaan dan Check and Balances.
a.       Asas pembagian kekuasaan, artinya Kekuasaan dalam Negara Dibagi-bagi, Tidak Dipisah-pisah dalam Arti Ada Kerjasama Antar Masing-masing Organ Negara. Berdasarkan asas di atas maka Pembagian kelembagaan negara Indonesia sebagai berikut :
Ø  EKSEKUTIF  : Presiden, Bank Sentral, BPK, KPU, dan Dewan Pertimbangan.
Ø  LEGISLATIF             : MPR, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Ø  YUDKATIF   : Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi, dan komisi Yudisial (KY).
Menurut ketentuan UUD Negara republik Indonesia Tahun 1945 pasca perubahan keempat, dalam struktur kelembagaan republic Indonesia terdapat delapan buah organ Negara yang mempunyai kedudukan sederajat yang secaara langsung menerima kewenangan konstitusional dari UUD 1945. kedelapan organ tersebur adalah : (1) Dewan Perwakila Rakyat; (2) Dewan Perwakilan Daearah; (3) Majelis Permusyawaratan Rakyat; (4) Badan Pemeriksa Keuangan; (5) Presiden Dan Wakil Presiden; (6) Makamah Agung; (7) Makamah Konstitusi; (8) Komisi Yudisial. Disamping kedelapan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang diatur kewenagannya dalam UUD 1945, yaitu: (1) Tentara Nasional Indonesia; (2) Kepolisian Negara Republic Indonesia; (3) Pemerintah Daerah. Selain itu, ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, namun kewananganya diatur dengan undang-undang , yaitu : bank sentral yang tidak disebut namanya “Bank Indonesia”, komisi pemilihan umum yang juga bukan nama karena ditulis dengan huruf kecil, Komisi Nasional Hak Asai Manusia, Komisi Pemberantsan Korupsi, dsb. merupakan lembaga-lembaga independen yang mendapatkan kewananganya dari Undang-Undang.
b.      Asas Check And Balances ( Parimbangan Kekuasaan), artinya kekuasaan untuk saling mengawasi dan mengendalikan antara cabang-cabang pemerintahan (lembaga negara) guna mencegah penyalagunaan kekuasaan agar tidak melampaui wewenangnya.
3.      Hubungan Antar Lembaga Negara
Dalam ketatanegaraan Indonesia menganut asas chek and balances, dimana ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif itu sama-sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan pinsip check and balances, maka kekuasaan Negara dapat diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggara Negara ataupun pribadi-pribadi yang keetulan sedang menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga Negara yang bersangkutan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.
Hubungan antara Lembaga eksekutif, legislatif,dan yudikatif yang diatur dalam UUD 1945 antara lain:
a.       Hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif, terdapat dalam UUD 1945 pasal 3 ayat 2 dan 4 yang berbunyi (2) Majelis permusyawaratan rakyat dilantik presiden dan /atau wakil presiden. (3) Majelis permusyawaratan rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan / atau wakil presiden dalam masa jabatanya menurut Undang-Undang Dasar. Pasal 5 ayat (1) Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 7 A Presiden dan /atau wakil presiden diberhentikan dalam masa jabatan,  oleh Majelis Permusyawaratan Raktyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap Negara,korupsi,penyuapan,tindak pidana berat lainya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau wakil presiden. Pasal 7 C Presiden tidak dapat membekukan dan /atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 8 ayat2 Dalam hal terjadi kekosongan wakil presiden selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan siding untuk memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. Pasal 9 ayat1 Sebelum memangku jabatanya. Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 11 ayat 1dan2, (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain. Ayat(2) Presiden dalam  membuat perjanjian Internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan /atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 13 ayat 2dan3, ayat (2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (3) Presiden menerima penempatan duta Negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 14 ayat (2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan  pertimbanga  Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat 2 dan 4, ayat(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama ayat (4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah di setujui bersama untuk menjadi undang-undang. Pasal 21 ayat (2) Jika rancangan itu,meskipun disetujui oleh Dewan Pderwakilan Rakyat di syahkan oleh Presiden maka rancangan tadi tidak boleh di majukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat pada masa itu. Pasal 22 ayat (1) Dalam hal ikhwal kepen tingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Ayat (2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Ayat (3) Jika tidak mendapat persetujuan maka peraturan Pemerintah itu harus dicabut. Pasal 23 ayat 2 dan 3, ayat(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara di ajukan oleh Presiden untuk di bahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Ayat (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun yang lalu. Pasal 23E ayat(2) Hasil pemeriksaan keuangan Negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.
b.      Hubungan antara lembaga Eksekutif & Yudikatif, terdapat pada UUD 1945 Pasal 14 ayat (1) preiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memprhatikan pertimbangan makamah agung.
c.       Hubungan antara lembaga yudikatif dan legislative terdapat pada UUD 1945 pasal 7B ayat (1) usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh dewan perwakiln rakyat.




LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA



4.      Efektivitas Pelaksanaan Pemerintahan
Banyak pernyataan yang disampaikan oleh akademisi, anggota parlemen, dan pengamat politik bahwa pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yodoyono dinilai kurang atau tidak efektif dalam mengimplementasikan program-program yang dihasilkan di tengah-tengah masyarakat. Banyak ahli yang berpendapat bahwa tidak efektifnya pemerintahan SBY disebabkan karena hubungan antara lembaga kepresidenan dan lembaga parlemen tidak baik. Tidak sedikit program-program pemerintah yang harus mendapatkan persetujuan dari parlemen mendapatkan resistensi dari DPR, bahkan ditolak oleh DPR. Dengan demikian program atau rencana kerja pemerintah tidak dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya.
Problem efektivitas pemerintah yang dialami oleh Indonesia saat ini juga banyak dialami negara-negara lain yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Mainwaring (2008) berpendapat bahwa hanya empat negara penganut sistem presidensial yang berhasil dalam menciptakan pemerintah yang efektif dan stabil. Keempat negara tersebut adalah Amerika Serikat, Costa Rica, Columbia, dan Venezuela. Sebaliknya, mayoritas negara-negara yang menganut sistem parlementer dinilai sukses dalam hal menjaga stabilitas dan efektifitas pemerintahan. Beberapa negara tersebut antara lain; Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Irlandia, Belanda, Inggris, Selandia Baru, Italia, dan sebagainya. 
Pertanyaan berikutnya adalah mengapa kombinasi antara sistem presidensial dan sistem multi partai yang dipraktekkan di Indonesia tidak mendorong terjadinya pemerintahan yang efektif dan stabil. Sistem pemerintahan memiliki korelasi langsung terhadap efektivitas pemerintahan, karena terdapat bukti kalau kedua sistem pemerintahan mampu menciptakan pemerintahan yang efektif.  Meskipun tidak ada hubungan yang langsung antara sistem pemerintahan dengan efektifitas pemerintah, akan tetapi ada beberapa hal di dalam sistem presidensialime yang mempengaruhi efektivitas pemerintah. Dari segi menjaga stabilitas politik dan pemerintahan, Indonesia memiliki pengalaman yang berharga dan mampu menjawab bahwa sistem presidensial ternyata mampu menghasilkan stabilitas politik dan pemerintahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan sistem parlemen. Pelaksanaan demokrasi parlemen pada tahun 1950an ternyata dinilai gagal di dalam menciptakan stabilitas pemerintah dan politik yang akhirnya dinilai gagal menyejahterakan rakyat Indonesia.
Salah satu alasan Amerika dengan sistem presidensial mampu menghasilkan pemerintah yang efektif karena ditopang oleh sistem dwi-partai. Sedangkan Indonesia mempraktekan sistem presidensial dan sistem multi partai.
Ada beberapa alasan mengapa sistem presidensial dan sistem multi partai kurang berhasil di dalam menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil dibandingkan dengan sistem parlementer yang dikombinasikan dengan sistem dua partai. Menurut Mainawrring (2008) terdapat beberapa alasan/kelemahan sistem presidensial yang dikombinasikan dengan sistem multi partai.
Pertama, karena pemilihan presiden dan parlemen diselenggarakan secara terpisah maka kemungkinan presiden yang terpilih adalah presiden yang tidak mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen. Hal ini terjadi di Indonesia, Presiden SBY berasal dari partai politik yang memiliki suara dan kursi yang kecil, P.Demokrat mendapatkan suara 7,45%. Padahal di dalam sistem presidensial dukungan parlemen kepada presiden sangat berpengaruh di dalam proses pembuatan undang-undang dan pelaksanaan kebijakan dan program – program pemerintah. Semakin besar dukungan parlemen kepada presiden maka implementasi kebijakan publik oleh pemerintah akan semakin efektif. Sebaliknya semakin kecil dukungan parlemen maka efektifitas pemerintah di dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan akan semakin berkurang.
Kedua, personal presiden – termasuk kepribadian dan kapasitas– merupakan salah satu faktor yang penting. Di dalam sebuah situasi yang sulit seperti keadaan krisis ekonomi saat ini presiden dihadapkan pada pekerjaan yang sangat banyak dan rumit. Oleh karena itu presiden juga dituntut memiliki kapasitas yang baik untuk menangani berbagai permasalahan yang sedang dihadapi. Selain dituntut untuk memiliki kapasitas dalam menangani permasalahan bangsa, karena presiden membutuhkan support/dukungan dari parlemen maka presiden juga dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dan lobby yang baik dengan parlemen. salah satu faktor kurang efektifnya pemerintahan SBY saat ini oleh beberapa kalangan dinilai disebabkan kelemahan SBY di dalam mengelola dukungan dari koalisi partai politik yang mendukung pemerintah dan lemahnya/ketidakmampuan presiden melakukan komunikasi dan lobby politik dengan parlemen.
Ketiga, di dalam sebuah sistem presidensial dan multi partai membangun koalisi partai politik untuk memenangkan pemilu adalah hal yang sangat wajar dan umum terjadi. Koalisi partai politik terjadi karena untuk mendapatkan dukungan mayoritas dari parlemen merupakan sesuatu yang sangat sulit. Namun masalahnya adalah koalisi yang dibangun di dalam sistem presidensial – khususnya di Indonesia – tidak bersifat mengikat dan permanen. Partai politik yang tergabung di dalam sebuah koalisi mendukung pemerintah bisa saja menarik dukungannya. Contohnya adalah PAN sebagai partai pendukung SBY tiba-tiba menarik dukungannya ditengah perjalanan. Tidak adanya jaminan bahwa koalisi terikat untuk mendukung pemerintah sampai dengan berakhirnya masa kerja presiden. Partai-partai politik yang tergabung di dalam koalisi cenderung mengambil keuntungan dari pemerintah. Jika kebijakan atau program yang diambil oleh pemerintah tidak populer partai politik cenderung melakukan oposisi.
Selanjutnya koalisi partai politik yang dibangun untuk mendukung calon presiden tidak mencerminkan dan menjamin dukungan semua anggota parlemen dari masing-masing partai politik yang ada di dalam koalisi kepada presiden. Partai politik tidak mampu melakukan kontrol terhadap para anggota-anggotanya di parlemen untuk selalu mendukung pemerintah. Hal yang menarik adalah tidak sedikit anggota DPR dari partai Golkar, PPP, PKB, yang memiliki wakilnya di kabinet melakukan perlawanan terhadap program-program yang akan dilakukan oleh pemerintah yang notabene harus di dukungnya.
Di dalam sistem parlementer koalisi partai politik lebih bersifat permanen dan disiplin. Koalisi partai politik dibangun atas dasar parlemen. Anggota parlemen dari koalisi partai politik pendukung pemerintah yang tidak mendukung kebijakan pemerintah akan dikeluarkan dari parlemen. Selain ancaman dikeluarkan dari keanggotan parlemen oleh partai politiknya, jika anggota tidak mendukung program-program pemerintah agar berhasil perolehan kursi partai mereka akan terancam pada pemilu berikutnya. Sehingga suksesnya pemerintah terbentuk juga mempengaruhi citra partai politik pendukungnya.
Jika koalisi parpol dalam sistem parlementer dibangun setelah pemilu, koalisi parpol dalam sistem presidensial dibangun sebelum pemilu presiden dilaksanakan. Akibatnya beberapa partai politik mendukung di dalam pencalonan akan tetapi tidak mendukung ketika calon tersebut terpilih. Hal ini disebabkan, misalnya, tidak terwakilinya partai tersebut di kabinet. Kalaupun terdapat perwakilan partai di kabinet, partai politik tersebut tidak bertanggungjawab atas kebijakan-kebijakan pemerintah.
Keempat adalah lemahya penegakan fatsoen politik politisi yang ada di eksekutif maupun parlemen. Tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat beberapa politisi di parlemen yang tidak mengindahkan etika dalam berpolitik. Beberapa anggota DPR terkesan ingin mencari popularitas di hadapan publik dengan melakukan berbagai kritikan-kritikan terhadap semua kebijakan pemerintah, tidak peduli apakah program dan kebijakan tersebut baik atau tidak bagi masyarakat. Perilaku inilah yang menyebabkan pengambilan keputusan di parlemen sulit untuk dicapai secara efektif. Sebaliknya beberapa menteri di kabinet lebih menunjukkan loyalitas kepada ketua partainya dibandingkan dengan kepada presiden. Atau bahkan para pembantu presiden tersebut lebih disibukkan dengan kegiatan konsulidasi internal partai politik dibandingkan dengan membantu presiden mengimplementasikan program-program pemerintah. Tidak bisa dipungkiri kabinet hasil koalisi ini sering terjadi conflict of interest karena pejabat partai politik yang ditunjuk sebagai menteri tidak mengundurkan diri dari jabatan di partai politik.















D.    KESIMPULAN
Sistem presidensial dan sistem multi partai yang dipraktekkan di Indonesia tidak mendorong terjadinya pemerintahan yang efektif dan stabil. Sistem pemerintahan memiliki korelasi langsung terhadap efektivitas pemerintahan, karena terdapat bukti kalau kedua sistem pemerintahan mampu menciptakan pemerintahan yang efektif.  Meskipun tidak ada hubungan yang langsung antara sistem pemerintahan dengan efektifitas pemerintah, akan tetapi ada beberapa hal di dalam sistem presidensialime yang mempengaruhi efektivitas pemerintah. Dari segi menjaga stabilitas politik dan pemerintahan, Indonesia memiliki pengalaman yang berharga dan mampu menjawab bahwa sistem presidensial ternyata mampu menghasilkan stabilitas politik dan pemerintahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan sistem parlemen. Pelaksanaan demokrasi parlemen pada tahun 1950an ternyata dinilai gagal di dalam menciptakan stabilitas pemerintah dan politik yang akhirnya dinilai gagal menyejahterakan rakyat Indonesia.




















DAFATAR PUSTAKA

Valina singka subekti.2008. Menyusun Konstitusi Transisi ( Pergulatan kepentingan dan pemikiran dalam proses perubahan UUD 1945 ).Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Huda Ni’matul.2005.Hukum Tata Negara Indonesia.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Heru Cipto Handoyo.2009.Hukum Tata Negara Indonesia.Yogyakarta: Universitas Atmajaya.